Thursday, December 2, 2010

Hari Yang Lelah

“Aa bangun…”
Bunyi SMS itu membangunkanku dari lelapnya tidur. Aku segera melipat kasur busa tipisku yang usang dan segera melangkah lelah terpanting timpang di atas teras yang sudah pudar warnanya.
“Makanya jangan maen futsal mulu” kata-kata itu menghiang ditelingaku namun aku tak patuh.

Cuaca pagi ini sangat cerah tidak seperti biasanya, burung-burung pun berkicau riang menyambut pagi benderang. Aku menatap keluar dari jendela kecil mungil berpagar besi tak utuh. Ada objek menarik disana. Awan putih background biru berbentuk love.

Pukul 07.00 aku merapikan komputerku untuk aku bawa ke temanku, mas Hadi. Ia akan membetulkannya karena sudah sebulan komputerku tak dapat aku gunakan.
“Assalamu Alaikum…” sapaku menunggu jawaban dari sang pemilik rumah yang masih terlihat sunyi senyap bagai tak ada penghuninya. Aku menunggu.
“Wa Aalaikum Salam…” Sahutnya, terdengar suara wanita. Lembut.
“Ada apa Rand?” Tanyanya padaku. Lembut, la tersenyum menyapa.
“Mau nitip motherboard untuk mas Hadi”
“oh yaudah sini nanti aku kasihkan yah…”

Jam 07.45 aku sampai ditempat kerjaku. Ada meja terpampang dekat pintu masuk kerjaku. Meja itu dipenuhi dengan ketupat, sayur, dan kerupuk warna warni. Mbak Rani dan Maya rupanya sedang berjualan. Mereka adalah pembantu bos ku.

“Wah mantab neh, boleh dong mencicipi. Kan baru buka, itung-itung promosi” Ucapku menggoda.
Dua makhluk itu cuma bisa tersenyum menyapa. Entah mungkin karena baru pertama kali mereka berjualan atau apalah aku tak tahu. Aku berlalu.

“Aa jangan lupa serapan dan minum obat kalau masih pusing. MISS U…” bunyi SMS itu mengingatkanku lagi

“Sreeeeeet”
Pintu geser tempat kerjaku terdengar keras ditelingaku. Entah apa maksudnya orang itu menggeser amat keras, apakah dia sedang emosi sehingga membuka pintu saja penuh dengan emosi. Aku tak tahu tapi yang jelas aku melihat sesosok tubuh gemuk berkulit gelap menggunakan jilbab warna cream. Tangannya menyodorkan sepiring ketupat sayur dipenuhi dengan kerupuk warna warni menggoda lidahku. Mbak Rani. Ia membuatkanku serapan pagi.

“Mas ni nyobain…” Ia menyodorkan sepiring ketupat sayur namun aku menolaknya karena hari ini aku sedang menjalankan puasa sunah. Hari Senin.

***

Pukul 15.30 aku harus segera bergegas pulang dari tempat kerjaku. Mandi, dan segera berangkat sekolah. Aku harus jalan kaki karena sepedaku sedang ruksak.
Badanku terasa pegal, Nyeri tak terhingga. “kalau pulang kerja jangan langsung mandi, istirahat dulu sebentar” kata-kata itu selalu ku ingat dan selalu aku patuhi namun tidak untuk hari ini. Aku harus sampai sekolah jam 16.30 karena ada seseorang yang menungguku disana.

Pukul 16.35. aku sampai sekolah lebih cepat dari biasanya, karena hari ini aku naik angkot. Tidak jalan kaki seperti yang sering aku lakukan setiap sekolah.
“Oya, Aa tar masuknya lebih awal ya. Aku tunggu jam 4.40 (16.40)” bunyi SMS itu masih aku ingat hingga membuatku terpingkal jalan kaki dari rumah ke tempat angkot biasanya nongkrong, lumayan jauh dari rumahku. Aku tahu persis bahwa sms itu adalah sebuah janji tapi kok udah jam 16.55 belum juga datang. KEMANA?

“Teeeeeettttt, teeeeeeeetttttt….” Bel sekolah sudah berbunyi, Pukul 17.00. Itu artinya aku harus segera masuk. Meninggalkan penantian yang melelahkan.
Ada Ana, mbak Susi, Eka dan teman-teman yang lain disana. Menyambutku dengan senyuman, ramah. Aku menyalami mereka satu persatu.

“Good Afternoon…” Sapa ibu Ponijah. Guru bahasa inggris favoritku.
Aku suka dengannya, Ia selalu membingbing murid-muridnya dengan sabar dan penuh dengan perhatian. Walau jawaban yang sedikit terkadang nyeleneh dari murid-muridnya Ia tetap tersenyum. “Maklum anak jaman sekarang” Katanya sabar.
***


“Allah hu akbar Allah hu akbar…” Suara adzan itu membubarkan kelas.
“Cukup sampai disini pembahasan soalnya. Bagi yang dapat mengerjakan 30 soal sini kumpulkan ke depan” pinta ibu ponijah, namun aku baru selesai mengerjakan 20 soal (jauh banget yah).
Entah kenapa waktu istirahat disekolah kami selalu ditentukan oleh suara Adzan, apa semua sekolah seperti itu juga?
Mendengar suara Adzan aku segera bergegas membereskan buku-ku dan menuju kantin untuk berbuka puasa.

“Iya nanti aku temenin(buka puasanya)” Aku menunggumu disini.

“Ayu mau minum ga? Gue teraktir deh” teriak Ade temanku dari arah belakang tempat dimana aku duduk berbuka puasa.
Ayu? Ternyata orang yang aku tunggu dari tadi sore jam 16.40 itu sudah ada dari tadi. Aku tersenyum walaupun Ia sudah membohongiku tadi sore dengan janjinya. Sungguh aku merasa senang. Rasa sakit itu sekejap pergi.
“Ga mau ah” jawabnya singkat.
Ia datang dari arah belakangku pelan. Hm… dia pasti kaget melihatku disini, menunggunya untuk buka puasa bareng denganku. Dia akan menepati janjinya yang kedua di hari ini.

“Mbak Tin tunggu Ayu…” panggilnya kepada Titin teman dekatnya.
Aku duduk dibangku kayu dekat box drink warna orange, aku melongo melihat dia cepat berlalu. Dia melupakanku. Dia melihatku namun diam tanpa kata dan berlalu. Aku menatapnya geram tak kuasa menahan. Aku benci.

“Aku tunggu jam 16.40 “, “Iya aku temenin” Apa arti kata itu bagimu? Apa itu hanya candamu? Kau sering melakukan itu padaku.

Sholat maghrib sudah usai, aku melihatnya duduk di anak tangga mushola memakai sepatu putih hitam kotak-kotak. Dia mendeham seolah ingin aku dekati dan mengatakan “Maafkan aku Aa” walau hatiku galau aku coba bersikap dewasa dan memaafkannya. Aku menghampirinya, diam tanpa kata. Hanya senyum gemulai Ia menatapku tajam, rintik air hujan mengiringi kesunyian antara kami berdua.

“Kemana kamu tadi jam 16.40, aku menunggumu disini” tanyaku emosi.

“Aku tadi nyari-nyari pulsa, mau beli pulsa 100 ribu tapi……”

“Cieeeeee” potong Ade menggoda kami berdua namun diam.

“Tadi kamu kemana?” tanyaku lagi

“Aduh kakiku sakit” la berdalih mengusap-usap kakinya yang biru. Jatuh dari motor.
Iba, rasa itu terlintas dibenakku. Aku lupa dengan persoalan yang ada. Aku elus kakinya, lembut. Dia menatap ku penuh perhatian seolah aku adalah malaikat baginya. Aku tersenyum sipu.

“Makanya kalau naik motor hati-hati sayang…” ucapku pelan, menyentuh.

Dia berdiri tanpa aku tarik pelan tangannya. Aku biasanya membangunkannya ketika dia selesai memakai sepatu. “Aku sayang kamu”
Dia meninggalkanku berlalu tanpa kata namun aku membuntuti mengekor dibelakangnya.

“Say kamu menyuruhku datang jam 16.40 karena ada suatu hal yang ingin kamu bicarakan ma aku, sekarang aku ada dihadapanmu. Aku ingin mendengarkanmu”

“Ga Ah, Ayu takut Aa marah ma aku”

“Aku akan lebih marah kalau kamu ga cerita”

“Tapi aku takut kamu marah besar ma aku”

“Aku janji ga akan marah”

“Udahlah lupain aja”
Jawabnya sewot, jawaban yang tak asing lagi aku dengar dari bibir manisnya. Kata-kata itu selalu ku ingat. Nothing to losse.

“Say liat aku, hari ini kamu sudah 2 kali membohongiku, kamu bilang aku suruh datang jam 16.40 tapi kamu tidak ada. Kemana kamu? Kamu sudah 3 kali membohongi aku untuk datang lebih awal tiba disekolah. Kamu bilang mau menemani aku berbuka puasa tetapi nyatanya tidak, kemana kamu?” tanyaku penuh amarah.
Entah kenapa hari ini aku merasa BT padanya. Walau hanya dibohongi seperti itu tapi aku merasa sakit sekali. Apa karena aku puasa?. Sepertinya itu mungkin karena dari pagi aku bawaannya ingin marah-marah mulu tapi apakah pantas aku berspekulasi? Aku merasa hari ini adalah hari terburuk, aku tau wanita ingin dimengerti tapi wanita juga harus mengerti sehingga wajar kalau aku menyerangnya dengan perkataan seperti itu.

“Astaghfirallah haladzim…” Ayu duduk, jongkok didepanku. Tungkul memikul beban menuai.

“Aku lupa banget Aa” lanjutnya lirih

“Oke lupain itu tapi aku mau kamu cerita sekarang juga tentang janji kamu yang pertama”

“Aku ga bisa Aa”
Dia menatapku lembut seolah tak berdosa namun wajahnya terlihat ayu, manja. Aku suka tapi aku memaksa.

“Oke, hari ini kamu udah 3 kali membohongi aku, aku ga suka dengan caramu. Kalau kamu tetap ga mau cerita aku akan marah ma kamu” ucapku memaki. Gusar.

“Udahlah Aa, lupain aja” pintanya manja tak berdosa.

“Ya udahlah kalau itu mau kamu”
Aku pergi meninggalkannya sendiri dalam kebingungan dibawah rindang pohon belimbing.
Aku segera masuk kelas, kepalaku pusing tak konsen mengikuti pelajaran, namun aku berusaha menyembunyikan dari mereka yang tak tahu apa-apa.

***

Sekolah sudah usai, aku mencari Ade untuk aku ajak pulang bareng namun aku tak menemukannya. Aku melihat Ayu bersandar berdua dengan Titin sahabatnya.
Hujan cukup deras mungkin itu alasannya kenapa dia tidak langsung pulang karena biasanya la langsung pulang tanpa menungguku. Aku acuh tak menghiraukan keberadaanya meski la menatapku. Namun aku penasaran dengan cerita yang ingin dia ceritakan padaku. Aku menghampirinya.

“Say kamu tetap ga mau cerita?”

“Udahlah Aa lupain aja”

“Jangan berjanji kalau kamu memang ga mau menepati”

Dia pergi berlalu bisu namun tatapannya menunjukan kesedihan yang mendalam. Entah apa yang sedang Ia pikirkan. Aku tak tahu.

“Ka Randy aku duluan yah” Pamit Titin sahabatnya.

Ayu menatapku sekali lagi dari kejauhan, aku biasanya mengantarnya pulang sampai Gg. Rumahnya namun tidak hari ini. Aku Galau.
Aku pulang sendiri, jalan kaki tertatih menari diatas aspal yang licin. Pegal sekujur tubuhku, saki

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More